A. Latar Sejarah Kelahiran Pancasila
Kalian sudah sangat mengenal gambar Garuda Pancasila. Tentu kalian juga hafal lima sila Pancasila, yaitu sila ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, serta keadilan sosial. Karena itu, tidakkah kalian ingin tahu bagaimana Pancasila dilahirkan?
Sebelum mempelajari sejarah kelahiran Pancasila, sebaiknya memahami lebih dahulu kehidupan bangsa Indonesia di masa lampau. Yakni kehidupan di masa sejarah awal, zaman kerajaan Nusantara, zaman penjajahan, hingga zaman kebangkitan nasional sebelum merdeka.
Sejak zaman dahulu itu, nilai-nilai Pancasila sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di wilayah yang sekarang menjadi bagian dari negara Indonesia ini. Maka para ahli pun menyebut bahwa Pancasila memang “digali dari bumi Indonesia sendiri.”
1. Masa Sejarah Awal
Beberapa peninggalan purba me- nunjukkan bahwa nilai-nilai Panca- sila sudah ada sejak dahulu. Di masa pra aksara sebelum abad ke-3 Masehi, nilai ketuhanan saat itu antara lain terlihat pada sarana upacara keagamaan, seperti nekara atau gong perunggu yang ditemu- kan di banyak tempat, mulai dari Sumatra hingga Alor, Nusa Tenggara Timur.
Nilai kemanusiaan dan persatuan juga berkembang yang terlihat pada jejak-jejak peradaban lama. Jejak peradaban di zaman pra aksara itu, antara lain adalah lukisan di dinding gua. Banyak tempat di Indonesia terdapat lukisan gua, seperti di Wamena Papua, di Leang-leang Sulawesi Selatan, hingga di pedalaman Kalimantan.
Jejak peradaban lama yang mencerminkan nilai kemanusiaan juga terwujud dengan adanya patung-patung purba seperti di Lembah Bada, Sulawesi Tengah maupun di Gunung Dempo Sumatra Selatan. Nilai kemanusiaan berupa kreativitas dan kesadaran berpikir makin berkembang setelah ada prasasti batu bertulis.
Di sekitar abad ke-5, berdiri kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, kerajaan Kutai di Kalimantan Timur disusul kerajaan Kalinga di Jawa Tengah. Prasasti batu bertulis dari zaman itu menunjukkan ketenteraman yang menjadi penanda nilai persatuan, hingga kerakyatan dan keadilan sosial. Masyarakat dalam keadaan damai dan makmur.
2. Masa Kerajaan Nusantara
Kemakmuran bangsa Indonesia makin meningkat di akhir abad ke-7. Di Sumatra muncul kerajaan besar Sriwijaya, disusul oleh Wangsa Sanjaya dan Syailendra di Jawa. Kerajaan kembar itu membangun Candi Borobudur sebagai candi umat Buddha terbesar di dunia, serta Candi Prambanan sebagai candi umat Hindu.
Candi-candi itu menunjukkan adanya nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, hingga keadilan sosial yang kuat. Kemakmuran bangsa dilanjutkan oleh Majapahit yang berdiri setelah mengalahkan pasukan Tiongkok. Wilayah Majapahit sampai meliputi Singapura, Malaysia, Brunei, Filipina, Kamboja, dan selatan Vietnam.
Setelah itu hadir kerajaan Islam seperti Samudera Pasai, Demak, hingga Ternate. Agama Islam dan Bahasa Melayu berkembang ke seluruh Nusantara. Budayawan WS Rendra (1935-2009) menyebut zaman Demak sebagai “zaman renaisans” atau kebangkitan Nusantara. Perdagangan dan kesenian ber- kembang pesat, termasuk wayang.
Di masa kerajaan-kerajaan Nusantara yang makmur tersebut, nilai ketuhanan dan keadilan sosial sangat menonjol. Tiga nilai lain Pancasila yakni kemanusiaan, persatuan, dan kerakyatan juga berkembang baik.
3. Masa Penjajahan
Makmurnya negeri ini mengundang orang asing datang dari Tiongkok, India, Arab, lalu Eropa. Mula-mula mereka semua berdagang. Namun bangsa-bangsa Eropa kemudian mulai menjajah Nusantara. Hal itu dilakukan oleh bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, dan akhirnya Belanda yang menjajah selama sekitar 350 tahun.
Di Sumatra terjadi perlawanan oleh Sultan Iskandar Muda, Sultan Badaruddin, Si Singamaraja, Imam Bonjol dalam Perang Paderi (1803-1837) dan Cut Nya’ Dhien dalam Perang Aceh (1873-1904). Di Jawa terjadi Perang Diponegoro (1825-1830). Pattimura di Maluku, Jelantik di Bali, juga Pangeran Antasari di Kalimantan juga mengangkat senjata.
Sedangkan perang laut besar-besaran dilakukan Sultan Babullah di perairan Maluku dan Papua, Hang Tuah di Selat Malaka, juga Sultan Hasanuddin di Laut Sulawesi dan Laut Jawa. Dengan nilai ketuhanan yang kuat, para pahlawan pun berjuang untuk menegakkan nilai kemanusiaan dan nilai persatuan.
4. Masa Kebangkitan Nasional
Memasuki abad ke-20, upaya melawan penjajah tidak lagi dengan perang melainkan lewat gerakan politik. Budi Utomo yang diprakarsai Wahidin Sudirohusodo berdiri pada tanggal 20 Mei 1908. Disusul oleh Sarekat Islam pimpinan Cokroaminoto, lalu Muhammadiyah pimpinan K.H. Ahmad Dahlan dan Nahdlatul Ulama pimpinan K.H. Hasyim Asy’ari.
Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara muda yang mendirikan Indische Partij diasingkan ke Belanda. Pulang ke Tanah Air, Dewantara mendirikan Taman Siswa. Abdul Muis, Marah Rusli dan para penulis Balai Pustaka berjuang melalui karya sastra, menyadarkan masyarakat agar terus berjuang untuk merdeka.
Puncaknya adalah adanya Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, saat para pemuda bersumpah untuk “bertumpah darah, berbangsa, dan berbahasa yang satu, yakni Indonesia.” Setelah Sumpah Pemuda, nama Indonesia makin sering dipakai. Soekarno pun mendirikan partai bernama Partai Nasional Indonesia, kemudian diasingkan ke Ende.
Tahun 1942 Jepang datang dan menggantikan Belanda sebagai penjajah. Bangsa Indonesia harus berjuang lebih keras untuk merdeka. Berjuang untuk merdeka berarti menegakkan nilai kemanusiaan dan persatuan. Semua itu menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila memang berasal dari nilai-nilai bangsa yang sudah ada sejak lama.
Siswa Aktif
Perhatikan latar sejarah kelahiran tersebut di atas. Coba tandai nilai-nilai bangsa dari masa ke masa di zaman dulu yang akan menjadi nilai Pancasila seperti nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan (gotong royong), serta nilai keadilan sosial (kesejahteraan).
Dari lima nilai-nilai bangsa tersebut, nilai yang mana yang terkuat saat ini ada pada dirimu. Tuliskan dengan ringkas pendapatmu itu dan diskusikan dengan teman sebangkumu.
B. Kelahiran Pancasila
Seperti setiap keluarga perlu punya rumah, maka setiap bangsa juga perlu punya negara termasuk bangsa Indonesia. Hingga pecah Perang Dunia II tahun 1942, bangsa Indonesia belum punya negara. Indonesia saat itu masih dijajah Jepang.
Dalam penjajahan tersebut, bangsa Indonesia sangat menderita. Hasil panen diambil paksa. Para pemuda dijadikan romusha, pekerja paksa yang terus disiksa. Gadis-gadis diculik, dijadikan jugun ianfu atau wanita penghibur tentara Jepang. Maka pasukan Pembela Tanah Air (PETA) di bawah pimpinan Supriyadi pun memberontak terhadap Jepang.
Para tokoh nasional juga makin gigih berusaha agar Indonesia segera merdeka. Usaha itu tidak sia-sia. Bangsa Indonesia patut bersyukur karena Tuhan Yang Maha Esa mengabulkan doa dan usaha tersebut. Kesempatan Indonesia untuk merdeka menjadi terbuka karena kekuatan Jepang sebagai penjajah mulai lemah.
Jepang saat itu tengah perang melawan pasukan Sekutu dalam Perang Dunia II. Tentara Sekutu adalah gabungan tentara Amerika Serikat dengan Inggris, Belanda, dan beberapa negara lain. Tahun 1944 akhir, posisi tentara Jepang mulai terdesak. Jepang lalu berusaha merangkul bangsa Indonesia agar terus mendukung Jepang.
Jepang membentuk lembaga yang dinamai Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Tugas lembaga ini adalah membuat rencana atau menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk menjadikan Indonesia merdeka. Beberapa waktu kemudian, BPUPK inilah lembaga yang menjadi tempat kelahiran Pancasila.
1. Merancang Dasar Negara
Kesempatan yang ditunggu-tunggu pun tiba. Bangsa Indonesia mulai melihat peluang untuk membangun negara. Kalau membangun rumah harus dimulai dengan membangun pondasinya. Untuk membangun negara juga harus dimulai dengan membangun dasar negara lebih dahulu yang dilakukan melalui sidang-sidang BPUPKI.
BPUPKI didirikan pada tanggal 29 April 1945, dipimpin oleh Radjiman Wedyodiningrat, seorang dokter yang sempat sekolah di Belanda, Inggris, Perancis dan Amerika Serikat. Jumlah anggotanya 69 orang terdiri dari berbagai suku bangsa di Indonesia, wakil suku keturunan asing, serta wakil Jepang.
Pada tanggal 28 Mei 1945, BPUPKI diresmikan. Kantornya di gedung Chuo Sangi-in yang sekarang menjadi Gedung Pancasila di Kementerian Luar Negeri, di Jakarta. Dalam peresmian itu bendera Indonesia merah putih dan bendera Jepang secara bersama. Wakil Indonesia mengibarkan bendera Jepang, sedangkan wakil Jepang mengibarkan bendera merah putih.
BPUPKI pun mulai bersidang. Sidang pertama BPUPK ini berlangsung dari 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Pada pembukaan sidang tersebut, Radjiman sebagai ketua bertanya pada peserta sidang, “Apakah dasar negara yang akan dipergunakan jika Indonesia merdeka?”
Soekarno mengusulkan nama Pancasila untuk dasar negara. “Saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar inilah kita mendirikan negara Indonesia yang kekal dan abadi,” tegas Soekarno
Banyak hal yang didiskusikan dalam sidang BPUPKI tersebut yang juga dihadiri oleh para tokoh agama seperti K.H. Wahid Hasyim dari Nahdlatul Ulama serta Ki Bagus Hadikusumo dari Muhammadiyah. Para tokoh nasional berpidato di kesempatan tersebut. Di antaranya adalah Muhammad Yamin yang berpidato pada tanggal 29 Mei, dan Supomo dua hari sesudahnya.
![]() |
Sidang BPUPKI |
C. Perumusan Pancasila
BPUPKI sudah sepakat bahwa Pancasila adalah nama dasar negara Indonesia yang akan didirikan. Sesuai namanya, isi Pancasila adalah lima hal yang masih akan dirumuskan kembali.
Tentang angka lima tersebut, Soekarno menyebut bahwa, “Saya senang kepada simbolik, terutama simbolik berupa angka.” Disebutkannya bahwa jumlah jari ada lima, panca indera lima, serta bagi umat Islam jumlah Rukun Islam juga lima. Seorang peserta sidang BPUPK pun berseru bahwa Satria Wayang Pandawa juga berjumlah lima.
Sembilan orang pun ditunjuk untuk merumuskan kata-kata yang menjadi isi Pancasila. Mereka adalah Soekarno , Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, Ahmad Subarjo, AA Maramis, Abdulkahar Muzakir, Agus Salim, Abikusno Cokrosuyoso, serta Abdul Wahid Hasyim.
Soekarno ditunjuk menjadi ketua dan Hatta sebagai wakilnya. Karena jumlah anggotanya sembilan orang, maka panitia itu dinamai Panitia Sembilan. Walaupun BPUPKI pun reses atau beristirahat setelah menyelesaikan sidang pertamanya, panitia ini segera bekerja.
Sembilan tokoh nasional itu berasal dari berbagai kalangan berbeda, mulai Hatta yang berasal dari wilayah barat Indonesia hingga Maramis yang mewakili para tokoh dari kawasan timur Indonesia. Pada bulan Juni tersebut anggota saling berdiskusi, hingga mencapai rumusan akhirnya pada tanggal22 Juni 1945.
1. Diskusi Perumusan
Perumusan Pancasila dilakukan melalui diskusi seru. Anggota Panitia Sembilan berbineka atau berlatar belakang dari berbagai kalangan berbeda. Mereka memiliki pendapat yang berbeda-beda pula.
Mereka semua berdialog mempertemukan pendapat masing-masing, agar dapat membuat rumusan dasar negara yang kuat. Sebagian mereka menyampaikan pendapat dari pendekatan keagamaan. Sebagian yang lain menyampaikan pendapat dari pendekatan kebangsaan.
Wahid Hasyim dan beberapa anggota berpendapat bahwa negara Indonesia yang akan dibentuk harus berdasarkan agama. Tanpa didasarkan agama, negara akan rusak karena mengabaikan nilai ketuhanan. Karena itu, Indonesia tidak boleh menjadi negara sekuler atau negara yang mengabaikan nilai ketuhanan.
Soekarno, Hatta, dan beberapa anggota lain mengingatkan bahwa negara Indonesia sebaiknya tidak berdasarkan keagamaan. Kalau negara Indonesia berdasar agama, dasar agamanya tentu Islam karena sebagian besar penduduk beragama Islam. Kelompok penganut kebangsaan khawatir hal itu akan membuat umat lain merasa tidak nyaman.
Semua sependapat bahwa nilai ketuhanan sangat penting untuk menjadi bagian dasar negara Indonesia. Lalu disepakati Indonesia menjadi negara kebangsaan, bukan negara agama, dengan sila ketuhanan menjadi sila yang pertama.
Kesepakatan: Ketuhanan Yang Maha Esa jadi sila pertama Perlu dasar keagamaan, ketuhanan sangat penting Perlu dasar kebangsaan, agar diterima semua umat
2. Kesepakatan Piagam Jakarta
Musyawarah Panitia Sembilan pun dilanjutkan hingga malam tanggal 22 Juni 1945. Semua perlu menyepakati urutan dan rumusan lima sila. Semula Soekarno mengusulkan sila kebangsaan, kemanusiaan, demokrasi, kesejahteraan, dan ketuhanan. Panitia Sembilan sepakat mengubah urutan itu dan membuat rumusannya.
Ketuhanan dijadikan sila pertama. Kemanusiaan tetap menjadi sila kedua. Persatuan yang mencakup kebangsaan menjadi sila ketiga. Kerak- yatan yang mencakup mu- syawarah atau demokrasi menjadi sila keempat. Keadil- an atau kesejahteraan menjadi sila kelima.
Selanjutnya semua pun sepakat dengan rumusan Pancasila saat itu. “Ketuhanan, dengan kewajiban menja- lankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya; Kema- nusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan Pancasila itu dimasukkan ke dalam naskah mukadimah atau pembukaan dasar hukum tertulis negara. Yamin memberi nama naskah itu Piagam Jakarta atau Jakarta Charter. Rancangan dasar negara berhasil diselesaikan di rumah Soekarno di Jakarta. Bangsa Indonesia kini punya pondasi kuat untuk mendirikan negara.
Siswa Aktif
Bayangkan bagaimana sulitnya perdebatan anggota Panitia Sembilan dalam merumuskan sila-sila Pancasila. Maka cobalah bermain peran seolah- olah kalian adalah para tokoh nasional anggota Panitia Sembilan. Buatlah kelompok. Tunjuk salah satu untuk berperan sebagai Soekarno yang menjadi ketua. Sisanya dibagi dua yakni menjadi anggota menggunakan pertimbangan keagamaan dan anggota menggunakan pertimbangan kebangsaan. Berdebatlah menyampaikan keinginan dan alasan masing-masing, lalu bermusyawarah sampai sepakat dengan rumusan Pancasila seperti yang ada di Piagam Jakarta.
D. Penetapan Pancasila
Pondasi atau dasar negara sudah selesai dirancang oleh Panitia Sembilan. Masih perlu didiskusikan lagi sebelum bisa ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia secara resmi. Untuk membahasnya, BPUPK mengadakan sidang kedua pada tanggal 10-14 Juli 1945, di Pejambon, Jakarta.
Sidang kali ini membahas Rancangan Dasar hukum tertulis yang hasil- nya akan dijadikan Undang-Undang Dasar negara Indonesia yang hendak didirikan. Naskah Piagam Jakarta yang telah disusun akan dijadikan sebagai bagian Pembukaan dari Dasar hukum tertulis tersebut dan rumusan Pancasila terdapat di dalam Pembukaan tersebut.
Setelah bersidang, seluruh anggota BPUPK setuju terhadap naskah Pembukaan Rancangan Dasar hukum tertulis tersebut. Dengan demikian mereka pun setuju terhadap urutan serta rumusan lima sila Pancasila yang ada di dalamnya. Seluruh isi Rancangan Dasar hukum tertulis juga sudah disepakati. Selesai sudahlah perumusan pondasi, tinggal mendirikan negaranya.
Karena tugasnya sudah berakhir, BPUPK pun dibubarkan. Tiba waktunya bagi para pemimpin bangsa untuk memikirkan bagaimana cara mendirikan negara. Saat itu kekuatan Jepang mulai melemah. Apalagi setelah pasukan Sekutu membom kota Hiroshima dengan bom atom pada tanggal 6 Agustus 1945. Jepang mulai panik.
![]() |
Pembubaran BPUPKI |
1. Pancasila dan Proklamasi Kemerdekaan
Tidak ingin terlihat lemah di mata bangsa Indonesia, Jepang memaksa tiga tokoh nasional untuk berunding di Vietnam. Tanggal 8 Agustus 1945 Soekarno,Hatta, dan Radjiman diterbangkan ke kota Saigon, yang sekarang bernama kota Ho Chi Minh, dengan singgah lebih dulu di Singapura.Saat para tokoh nasional tersebut dalam perjalanan, pasukan Amerika sekali lagi membom atom Jepang, yakni ke kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945. Soekarno, Hatta, dan Radjiman terus menuju Vietnam untuk berunding dengan Jepang. Saat itulah Jenderal Jepang seolah menjanjikan mendukung Indonesia merdeka.
Jenderal Jepang menyebut Indonesia boleh merdeka setelah tanggal 24Agustus 1945. Jepang seolah-olah akan membantu Indonesia untuk merdeka, sehingga Indonesia akan merasa berhutang budi dan terus bergantung pada Jepang. Saat itu juga, disepakati membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai pengganti BPUPKI.
Seperti pada Panitia Sembilan, Soekarno menjadi ketua PPKI dan Hatta ditunjuk sebagai wakilnya. PPKI pun mulai bersidang pada 16 Agustus 1945 di Jakarta untuk menyiapkan kemerdekaan Indonesia. Tetapi para tokoh pemuda seperti Wikana dan Khairul Saleh mendesak agar Indonesia secepatnya merdeka.
Maka tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta atas nama seluruh rakyat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dengan menyatakan merdeka, bangsa Indonesia mulai mendirikan negara yang dibangun di atas pondasi atau dasar Pancasila yang sudah dirumuskan. Meskipun demikian, rumusan Pancasila tersebut harus ditetapkan lebih dulu agar resmi menjadi dasar negara.
2. Penetapan Dasar Negara
Indonesia sudah merdeka, maka dasar negara yang sudah ada berupa Pancasila perlu ditetapkan. Rumusan Pancasila sudah disepakati semua pihak. Tetapi beberapa pihak masih belum merasa nyaman dengan rumusan tersebut, yakni menyangkut rumusan sila ketuhanan sebagai sila pertama.
Sebelumnya, semua sudah sepakat dengan rumusan, “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk sila pertama. Beberapa kalangan merasa rumusan sila ketuhanan itu terlalu bernuansa Islam. Melalui para tokoh yang mewakilinya, mereka menghubungi Hatta minta agar rumusan tersebut diubah.
Menurut Hatta, pada hari yang sama setelah proklamasi kemerdekaan banyak tokoh mendatanginya. Mereka minta agar rumusan sila ketuhanan itu diubah. Hatta lalu menghubungi Ki Bagus Hadikusumo dan beberapa tokoh Islam. Setelah berdiskusi, mereka sepakat sila pertama diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” Ki Bagus Hadikusumo dan tokoh-tokoh Islam setuju mengubah sila pertama menjadi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’’
Persetujuan para tokoh Islam itu dipandang sebagai hadiah pada seluruh bangsa Indonesia. Rumusan Pancasila pun menjadi: “Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan Indonesia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Inilah yang menjadi rumusan resmi Pancasila.
Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI pun bersidang menetapkan Pembukaan Dasar hukum tertulis negara. Rumusan Pancasila itu tercantum di dalam bagian pembukaan tersebut. PPKI juga menetapkan Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, serta membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Bersama Presiden, KNIP bertugas membentuk pemerintahan secara lengkap hingga Indonesa menjadi negara yang utuh. Dengan berdasarkan pada Pancasila, Indonesia tidak menjadi negara agama maupun negara sekuler yang mengabaikan agama, melainkan menjadi negara kebangsaan yang berketuhanan. Negara berdasar Pancasila inilah rumah bersama seluruh bangsa Indonesia dari semua suku yang berbeda-beda.
Tabel 1.1 Perbandingan Rumusan Sila Pancasila
|
Rumusan
Piagam Jakarta (22 Juni 45) |
Rumusan Akhir (18 Agustus 45) |
1 |
Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya |
Ketuhanan Yang Maha Esa |
2 |
Kemanusiaan yang adil dan beradab |
Kemanusiaan yang adil dan beradab |
3 |
Persatuan Indonesia |
Persatuan Indonesia |
4 |
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan |
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan |
5 |
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. |
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar